Pengabdian
Pemolisian Demokratis untuk Keadilan Sosial
Demokrasi di berbagai negara terus didorong oleh dua kekuatan, yaitu dominan kekuatan rakyat dan tekanan dunia internasional. Masyarakat Indonesia sangat merasakan hal ini ketika hari-hari dihadapkan pada tahun politik. Tekanan kekuatan rakyat terlihat dari demokrasi terbuka dan langsung, ditambah sistem presidential treshhold yang memungkinkan hanya ada pilihan calon A dan calon B karena jumlah suara yang menang harus meraih 50+1 persen jumlah penduduk.
Demokrasi Indonesia yang terus diuji dalam berbagai formula melahirkan dinamika sosial yang bentuknya selalu sulit diprediksi. Seperti fenomena demokrasi yang bertemu dengan kecanggihan media sosial, memungkinkan keberpihakan masyarakat menjadi terbuka. Padahal pilihan politik harusnya bersifat rahasia.
Situasi inilah yang membuat nuansa hidup berbangsa kini diliputi fanatisme hak pilihan politik orang per orang. Beberapa kejadian menunjukkan perbedaan pilihan politik dapat menyebabkan seseorang didiskriminasi oleh kelompok dominan di sekitarnya. Atau, saat ini istilah populernya sebagai persekusi. KBBI mengartikan bahwa persekusi adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Kesewenangan massa terhadap yang liyan, bisa mengakibatkan hak hidup seseorang termasuk kesejahterannya menjadi hilang.
UUD 1945 menjamin hak politik setiap warga negara, dasar negara ini juga menjamin setiap warga negara sama di hadapan hukum. Situasi ini membawa kepolisian pada tantangan kontemporer politik berdemokrasi di tanah air. Kepolisian menjawabnya dengan Democratic Policing atau Pemolisian Demokratis.
Sebagai konsepsi taktis, pemolisian demokratis menginisiasi penyelenggaraan pemolisian dengan pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat. Konsep ini bertitik tekan pada mobilisasi seluruh sumber daya nasional dan potensi bangsa dengan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas. Gagasan utamanya adalah polisi harus masuk dalam sendi-sendi sosial masyarakat, pilar pilar kebudayaan-kebangsaan, bahkan norma serta aturan politik hukum.
U.S. Department of Justice dalam penelitiannya pada 1995 menyebutkan bahwa demokrasi yang kuat didukung oleh tuntutan kuat rakyatnya, sementara demokrasi yang lemah hanya dipertahankan oleh rasa takut lawan-lawannya. Pengalaman di banyak negara, jika demokrasi lemah, maka pemerintahan rentan mengalami kudeta atau pemilihan partai nondemokratis.
Fenomena banyaknya kebohongan publik atau hoax yang diproduksi dan direproduksi secara sistemik melalui media sosial mengubah pilihan politik yang terbuka menjadi sentimen massa. Situasi ini akan menjadi parah -kalau tidak dikatakan konflik laten sosial- jika konteks ini beririsan dengan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Pemolisian Demokratis yang menjadi konsen kepolisian saat ini diharapkan dapat menjawab keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang terpapar polarisasi cara berdemokrasi kita saat ini. Konsepsi Pemolisian Demokratis lahir beesama langkah tegap Polri dengan pemolisian yang makin proaktif (proactive policing) dan pemolisian yang berorientasi dalam penyelesaian akar masalah (problem oriented policing).