Connect with us

Ahriesonta.id

Rukun Seduluran Saklawase Sebagai Polisi Berhati Nurani

Finding

Rukun Seduluran Saklawase Sebagai Polisi Berhati Nurani

Tulisan ini merupakan buah pemikiran Chryshnanda DL. untuk Akpol angkatan 2002 Batalyon Wicaksana Laghawa.

 

Mengikuti pendidikan di akademi kepolisian bukanlah sesuatu kebetulan, melainkan sebuah proses panjang. Bayangkan saja berapa puluh jenis ujian yang harus ditempuh dr tingkat daerah sampai tingkat pusat. Berapa banyak peserta yang menjadi kompetitor. Tatkala dinyatakan lulus dan diterima sebagai calon prajurit taruna mulailah persaudaraan dimulai Calon bhayangkara taruna sampai dilantik menjadi  Bhayangkara  taruna.

Tidak hanya sampai di situ dilanjutkan di bumi kendali sodo sampai lulus menjadi Inspektur dua polisi. Hari-hari dilalui seakan lama dan panjaaaang seakan tanpa batas waktu.

Pengalaman menjadi taruna yunior betapa sedih dan sarat penderitaan “ditindak“. Di situlah jiwa korsa tumbuh menjadi saudara senasib dan sepenanggungan. Apalagi saat makan di ruang makan semua serba salah bagi taruna yunior karena saran saat brainstorming minta makan catering . Kata-kata yang menyebalkan : “nanti malam ngadep saya” terbayang susahnya mau sampai jam berapa.

Cerita-cerita akademi bervariasi tiada habisnya dari bubur akademi, jumping jack 8 penjuru, vespa, tobat, kayang , nyetrika satu lemari, MAP, mantul, tim counter strike ada di situ. Keringat air mata bercampur. Tak tahan rasanya ingin segera cuti atau ibl, namun pendidikan belum usai. Tak terasa memang, ketika dikenang sekarang menjadi sesuatu yang lucu menggelikan bahkan aneh. Namun itulah jiwa korsa tertanam beragam menjadi satu jiwa.

Siap kata sakti, sadar atau tidak menjadi kebiasaan saat ditanya, diperintah bahkan salahpun berkata “siap”. Tanpa sadar kata siap terus menjadi bagian dari hidup dan kehidupan para alumni Akpol, bahkan sudah hampir pensiun atau saat setelah purna pun terus menjadi ungkapan kata dari hatinya.

Siap telah merasuk dalam jiwa dan raga para taruna hingga sepanjang hayatnya.

Badan sakit sakit jungkir balik di akademi kepolisian tanpa dirasa menjadi kebanggaan dan bahkan selalu siap sedia. Kenangan tak terlupakan saat di ruang makan, saat akan mengambil makan dimulailah dengan ucapan mohon ijin. Semua ungkapan kepada senior atau yang dianggap lebih tua kata-kata mohon ijin pun menjadi kata pembuka pemberi hormat.

“Bersaudara Sepanjang Hayat”. Mengikuti Pendidikan di Akpol adalah kegiatan keluarga baru, sahabat seumur hidup bahkan sepanjang hayat. Pendidikan di Akademi Kepolisian bukan hanya belajar menjadi Perwira Polisi namun juga belajar tentang hidup dan kehidupan. Belajar memahami, belajar mengikuti aturan, belajar menghormati sebagai manusia dan kemanusiaanya.

Memang itulah hakekat sebagai Polisi yang tugas utamanya adalah nguwongke “memanusiakan”, mengangkat harkat dan martabat manusia untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Di dalam menempuh pendidikan di Akademi kepolisian para Tarunanya datang dari berbagai daerah, suku bangsa disatukan, dipertemukan, dididik bersama. Dari sinilah keluarga baru ditemukan dan dimulai persahabatan antar taruna, dalam suka dan duka.

Belajar Ilmu kepolisian yang bermakna belajar kemanusiaan. Manusia sebagai masyarakat sosial akan berkelompok dan dalam proses hidup dan kehidupannya juga menghadapi masalah sosial dan berbagai isu-isu penting. Hal tersebut diperlukan pengelolaan keteraturan sosial dan moral dari masyarakat. Untuk itu  hukum dan keadilan menjadi bagian Polisi dalam pelaksanaa fungsi polisi dalam masyarakat dan tugas-tugasnya. Polisi untuk dapat eksis dalam tugasnya adalah cocok dan dapat diterima oleh masyarakat yang dilayaninya.

Belajar di Akpol juga belajar menjadi Pemimpin dan Kepemimpinan. Dari pemimpin akan Nampak model kepemimpinannya yang diharapkan adalah kepemimpinan yang transformative untuk dapat menumbuhkan kepercayaan, kebanggan, komitmen, rasa hormat, dan loyalitas sehingga mereka mampu menjadi polisi yang professional, cerdas, bermoral dan modern.

Para Taruna setelah lulus akan menjadi Perwira Polisi. Polisi dalam kontek sebagai petugas, sebagai fungsi dan sebagai institusi polisi dalam menyelenggarakan tugasnya melalui pemolisian. Polisi dalam masyarakat yang demokratis adalah polisi yang humanis, polisi yang peka terhadap isu-isu sosial maupun fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat, serta peduli yang mampu secara individu maupun sebagai institusi untuk menyelesaikan (problem solving).

Keberadaan polisi dalam masyarakat menjadi fungsional dan dibutuhkan oleh warganya karena dipercaya dan cocok dengan warga masyarakat yang dilayaninya. Seringkali Polisi disebut penangkap penjahat walaupun dalam tuasnya dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan, melalui pengawasan atau penjagaan dan tindakan untuk memberikan sanksi atau ancaman hukum.

Secara garis besar, pemolisian dapat dilihat dalam dua kategori yaitu pemolisian konvensional yang menekankan pada tindakan-tindakan yang reaktif, yang lebih mengedepankan pada penegakkan hukum (law enfoecement maupun crime fighter). Kedua adalah pemolisian yang menekankan pada tindakan proaktif dan problem solving yang berupaya untuk menciptakan, memelihara keteraturan sosial (maintenance order atau restorative order), senantiasa berupaya mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan adanya gangguan kriminal, serta berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Pemolisian tersebut sekarang ini dikenal dengan community policing (pemolisian komunitas).

Makna Wicaksana laghawa adalah Bijaksana dan Laghawa  yang memiliki Kebijaksanaan serta melayani dengan tulus.

Disinilah kekeluargaan yang dibangun Batalyon Wicaksana Laghawa  untuk menjadi polisi yang berhati bijaksana dan tulus. Polisi yang berhati nurani, disadarinya sebagai panggilan hidup dan dijalaninya penuh kesadaran dan tanggungjawab baik secara hukum maupun secara moral. Orientasinya adalah untuk kemanusiaan, mengangkat harkat dan martabat manusia.

Jabatan dan kewenanganya adalah sebagai amanah dan digunakan untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat atau demi meningkatnya kualitas hidup masyarakat. Penggunaan upaya paksanyapun untuk kemanusiaan. Penuh inovatif, kreatif dalam mengembangkan dan mengangkat citra polisi di mata masyarakat bahkan di mata dunia. Tidak melakukan tindakan yang kontra produktif, berusaha memahami, menjembatani, peka dan peduli terhadap berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyakat. Pemolisianya berdasarkan pada soko guru demokrasi yaitu: menjunjung tinggi supremasi hukum, memberikan jaminan dan perlindungan HAM, transparansi, akuntabilitas publik, berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Polisi yang berhati nurani tunduk dan patuh kepada hukum, penuh inovatif dan kreatif untuk kemanusiaan atau mengangkat harkat dan martabat manusia. Dilakukan penuh dengan ketulusan, kesadaran akan tanggung jawab moral dan hukum. Menyadari keberadaanya karena masyarakat dan mengakui bahwa berhutang budi kepada masyrakat. Menjadi polisi tidak hanya dituntut profesional, tetapi juga harus cerdas, bermoral dan patuh hukum. Pemolisianya dapat dirasakan manfaatnya bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat yang transparan dan akuntabel.

Pejabaran Wicaksana  Laghawa dalam implementasi pemolisian sebagai :

1. Penjaga Kehidupan

Pada konteks inilah polisi menunjukkan integritasnya dan karakternya dalam jati diri penjaga kehidupan. Yang dijabarkan bahwa Polisi dalam melakukan Pemolisianya tidak memeras,  tidak menerima suap, tidak melakukan backking/main-main dengan hal-hal illegal dan Polisi dapat menjadi co producer serta tidak melakukan tindakan-tindakana yang kontra produktif.

2. Pembangun Peradaban

Polisi pembangun peradaban dalam penegakkan hukum yang dilakukan oleh Polisi adalah untuk menyelesaikan konflik secara beradab, mencegah agar tidak menjadi konflik yang lebih luas, melindungi, mengayomi, melayani korban dan pencari keadilan serta kepastian juga edukasi

3. Pejuang kemanusiaan

Polisi sebagai pejuang kemanusiaan, Pemolisian yang dilakukan oleh Polisi baik yang berbasis wilayah, fungsional dan berbasis dampak masalah adalah untuk mengangkat harkat dan martabat manusia karena meningkatnya kualitas hidup masyarakat.

Dalam mendukung konsep menuju Polri yang promoter  (profesional, modern, terpercaya), model kepemimpinan transformasional dapat dijadikan sebagai pilihan. Kepemimpinan transformasional menunjuk pada proses membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan member kepercayaan kepada para anggotanya maupun masyarakat untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. Apa yang tersirat dan tersurat dalam jiwa ex Batalyon Wicaksana  Laghawa untuk mampu menjadi pemimpin yang transformasional yaitu para pemimpin yang mengubah budaya dan struktur organisasi agar lebih konsisten dengan strategi-strategi manajemen untuk mencapai sasaran operasional.

Secara konseptual, kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Berarti, sebuah proses transformasional terjadi dalam hubungan kepemimpinan manakala pemimpin membangun kesadaran bawahan akan pentingnya nilai kerja, memperluas dan meningkatkan kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi. Pemimpin transformasional berupaya melakukan transforming of visionary menjadi visi bersama sehingga mereka (bawahan plus pemimpin) bekerja untuk mewujudkan visi menjadi kenyataan.

Pemimpin pembawa harapan, kehidupan, simbol perjuangan dan dialah yang harus berani dan rela berkorban. Ketulusan hati dan kejujuran adalah karakter pembawa harapan. Tulus untuk berjuang dan rela berkorban demi kemajuan, peningkatan kualitas hidup rakyat serta jujur, tidak membohongi rakyat. Pemimpin bagi polisi yang promoter adalah role model yang berkarakter dan menjadi ikon perubahan, simbol perjuangan, pembawa harapan menjadi kenyataan.

Pemimpin diberi kewenangan, kekuasaan, kemudahan dan berbagai fasilitas yang melampui orang lain. Itu semua diberikan sebagai amanah dengan harapan sang pemimpin menjadi fajar budi memberi inspirasi, bahkan meyadarkan yang dapat menghidupkan. Tatkala pemimpin membawa amanah maka berkah yang didapat orang yang dipimpinnya dan menjadikan amanah terwujud.

Pemimpin yang berempati tidak mematikan tetapi menyadarkan, membangkitkan, menghidupkan, memberi daya gerak dan daya untuk menjadi dinamis tumbuh dan berkembang. Dirinya bukan menjadi matahari tetapi justru menjadi bulan, memberi pencerahan dan penerangan di saat kegelapan. Di saat terjadi kesesatan, di saat terjadi kelesuan, di saat terjadi keputusasaan pemimpin tampil sebagai sang penuntun, pembimbing, bintang pedomam,  arah, dan tujuan. Hidupnya siap berkorban dalam membangun dan mencapai sasaran. Tak gentar terhadap hambatan, tantangan, ancaman yang bisa merusak dan mematikan dirinya maupun keluarganya.

Jiwa solidaritas seorang pemimpin akan melegenda. Pemimpin dikenang bukan dari kekayaannya, kezalimannya, tetapi karena kerendahatiannya, empatinya, rasa senasib sepenanggungan, kerelaan berkorban, kemampuan membawa kemajuan, menempatkan pada tempat sebagaimana yang seharusnya. Dadi ratu kudu ono lelabuhane, ora ono lelabuhane ora ono gunane. Ratu iku anane mung winates dadi kawulo tanpo winates.

Lagi-lagi pemimpin memang yang akan memberi warna menjadi bintang pedoman arah dan tujuan. Menginspirasi, mampu memberdayakan dan mengajak anak buahnya mewujudkan mimpi-mimpinya. Di zaman modern ini pemimpin diituntut untuk berani, cerdas, dan murah hati, bukan dilayani. Dia mau menjembatani dan mau memahami bahkan menjadi role model bagi rekan dan bawahannya.  Ki Hajar Dewantoro tokoh pergerakan nasional pendidikan mengajarkan filosofi kepemimpinan: 1. Ing Ngarso Sung Tulodo, 2. Ing Madyo Mangun Karso, 3. Tut Wuri Handayani.

Para Pemimpin yang transformatif akan memberikan polisi dan pemolisiannya menjadi Promoter yang mampu mewujudkan Polisi sebagai penjaga Kehidupan, pembangun peradaban dan sekaligus pejuang kemanusiaan.

Rukun Sedulure Sak Lawase, dapat dipahami adanya kesatuan saling menguatkan saling menginspirasi, saling memberdayakan, saling mendewasakan bahkan mengatasi berbagai persoalan dalam kesatuan yang tetapi menjaga kebhinekaan dan kesatuan sebagai anak bangsa. Kerukunan menjadi dasar bagi bangsa dan negara indonesia untuk membangkitkan kejayaanya.

Potensi konflik dengan intrik yang begitu besar yang mampu meruntuhkan kesatuan dan mencabik cabik kebhinekaan dan melecehkan kemanusiaan. Rukun Sedulure sak Lawase dapat menjadi suatu kekuatan untuk menjembatani memberi ruang bagi bersatunya berbagai hal dalam konteks multikultural.

Di dalam pendekatan multikutural, perbedaan adalah kekuatan. Seringkali perebutan-perebutan sumber daya dan perebutan pendistribusian sumber daya ini menjadi lahan konflik keserakahan mendominasi dan dominan inilah yang menyulut penguasaanya melalui hal-hal yang primordial. Rukun akan membawa kemaslahatan  bagi banyak orang yang dicirikan dalam spirit Menginspirasi, Memberdayakan, Menjembatani, Memberikan solusi, Mendorong orang lain berbuat kebaikan, Menghasilkan produk yang inovatif kratif dan produktif dan Menghibur. []

Klik untuk komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

18 + fifteen =

Ke Atas