Penghayatan
Pentingnya Pemahaman Kehidupan Sosial Bagi Seorang Polisi
Bunuh diri yang dilakukan oleh polisi pada dasarnya menjadi suatu temuan penghindaran atas tanggung jawab profesi dan kehidupan sosial seorang polisi. Tugas polisi menghadapi hal-hal buruk yang berkembang di masyarakat dapat mempengaruhi kesehatan mental individu polisi.
Penting bagi kepolisian sebagai institusi untuk menciptakan iklim kerja yang layak bagi polisi, mencakup aspek shifting kerja, beban kerja, dan kesejahteraan. Berbagai faktor yang menjadi stimulan adanya keputusan bunuh diri polisi dapat diantisipasi dengan kehidupan sosial yang baik diantara sesama anggota polisi.
Hal ini didasarkan pada berbagai temuan yang melatarbelakangi adanya putusan mengakhiri hidup secara tragis pada anggota polisi, meliputi:
1. Penyesalan melakukan tindakan kriminal (criminal confesses).
2. Mendapatkan uang asuransi untuk memenuhi kebutuhan keluarga (to gain life-insurance money).
3. Menghindari tanggung jawab, seperti hutang, masalah ekonomi keluarga, menghindari ancaman, dan sebagainya.
4. Menghindari rasa malu atas tindakan atau masalah yang dialami.
5. Mengakhiri hubungan dengan orang terdekat.
Kajian ini menjadi suatu masukan yang lebih memberatkan pada perubahan cara anggota polisi dalam membangun hubungan sosialnya. Meskipun tidak menafikan pentingnya rekayasa sistem kerja pada kepolisian sebagai institusi.
Bunuh diri sebagai epidemik sosial dapat muncul dari dalam internal kepolisian maupun dari eksternal lingkungan kerja. Membangun komunikasi antar personal yang terbuka dapat menghindarkan individu polisi mengambil keputusan-keputusan yang ekstrim, terutama dengan alasan kepemilikan senjata api sebagai akses paling mudah untuk melakukan bunuh diri.
Dari berbagai penjelasan mengenai masalah yang melatarbelakangi bunuh diri polisi, maka diperlukan suatu rekayasa kehidupan sosial polisi. Hal ini seyogyanya dapat ditelusur melalui bagaimana polisi yang memiliki dunia sosialnya di luar pekerjaan dapat menetralisir kehidupan di pekerjaannya. Berdasarkan penelusuran tersebut, pemahaman psikologi komunikasi menjadi ruh dalam budaya iklim kerja polisi.
Psikologi berarti suatu pemahaman mengenai bagaimana menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol mental dan peristiwa yang berkaitan dengan perangai. Sedangkan komunikasi ialah berarti sebuah proses dimana seorang individu sebagai komunikator menyampaikan stimulan yang biasanya verbal, untuk mengubah perilaku orang lain.
Dari penjelasan di atas, definisi harfiah dari psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan behavioral dalam komunikasi.
Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikasi, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang memengaruhi perilaku komunikasinya.
Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya : “Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak?”
Psikologi juga tertarik pada komunikasi diantara individu: “Bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada individu lainnya. Komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau memengaruhi. Persuasif sendiri dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain melalui pendekatan psikologis.
Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat, sehingga setiap orang yang belajar tentang manusia mesti sesekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dari berbagai segi : antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, politik, matematik, enginering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya.
Sosiologi mempelajari komunikasi dalam kontesks interakasi sosial, dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Colon Cherry (1964) mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membuat suatu satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan.
Psikologi juga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyababkan terjadinya perilaku manusia itu.
Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, psikologi komunikasi pada perilaku individu komunikan.
Di dalam komunikasi terdapat unsur bahasa yang mampu menjelaskan konten dari komunikasi. Begitu pentingnya bahasa dalam interaksi anggota polisi. Sehingga perlu suatu pemahaman mendasar atas bahasa guna mendalami suatu psikologi para anggota polisi. Bahasa berfungsi untuk menggerakkan tanggapannya yang sama pada individu-individu yang berinteraksi atau menjadi stimulator tindakan mereka sendiri.
Simbol signifikan sangat membantu dalam memaknai simbol bila dibarengi dengan isyarat fisik. Hal ini dijelaskan bahwa terdapat komunikasi yang disengaja, biasanya verbal (expression given) dan komunikasi yang tidak disengaja, biasanya nonverbal (expression given off) yang saling mendukung, meskipun expression given off dapat memberikan makna yang berbeda tanpa dilengkapi expression given.
Dalam interaksionisme simbolik, komunikator dapat mempengaruhi perilaku komunikan, namun tidak dapat mengendalikannya. Komunikator hanya memancarkan isyarat visual, komunikanlah yang memberi makna dan nilai terhadap suatu proses sosial.
Melalui pertukaran simbol dan tanda alamiah, orang-orang saling menafsirkan ucapan dan tindakan lawan bicara, mengantisipasi ucapan dan tindakan lawan bicara dan dirinya sendiri. Dalam menunjukkan makna objek, situasi, dan perilaku kepada diri sendiri dan kepada orang lain, individu harus menggunakan pengkhasan (typication).
Pengkhasan berasal dari persediaan pengetahuan individu yang terendapkan dan digunakan untuk menandai individu, tujuan, dan pola tindakan. Persediaan pengetahuan berasal dari sistem relevansi, tujuan, maksud, kepentingan, rencana, dan harapan yang dimiliki individu didasarkan pada pengalaman terdahulu serta diorganisasikan dalam pemilikan atas persediaan pengetahuan yang sudah ada dan menjadi kebiasaan, khususnya bahasa sehari-hari.
Diri yang memberikan makna adalah diri yang bersifat dinamis, selalu berubah karena diri mampu mendefinisikan situasi oleh dirinya sendiri tanpa dikontrol atau ditentukan oleh kekuatan-kekuatan luar.
Hal ini ditegaskan oleh Dewey bahwa masyarakat eksis selalu komunikasi; perspektif yang sama –budaya yang sama– muncul melalui partisipasi dalam saluran komunikasi yang sama. Melalui partisipasi sosial perspektif bersama dalam kelompok diinternalisasikan dan berbagai pandangan muncul melalui kontak dan asosiasi yang berbeda. []