Connect with us

Ahriesonta.id

Review Polmas di Internet

Review Polmas di internet berdasarkan pencarian melalui mesin pencari Google.

Pengabdian

Review Polmas di Internet

Jika Perkap No. 23 tahun 2007 tentang Siskamling dan Perkap No. 3 tahun 2015 tentang Polmas disandingkan, maka akan tampak bahwa penyelenggaraan Siskamling sangat tradisional, sedangkan Polmas menuntuk pengembangan yang kreatif. Bahkan dalam Polmas dituntut pengembangan penerapan teknologi yang dikenal sebagai e-policing.

Polisi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat penting untuk memiliki sistem pengaduan online secara mandiri. Dalam aplikasi e-policing dalam optimalisasi siskamling perlu dirancang suatu aplikasi digital berbasis internet guna merealisasikan bahwa, polisi dapat hadir di tengah-tengah masyarakat dengan cepat melalui pelaporan secara online.

Dari beberapa tinjauan praktik pelaporan online, dan memperhatikan kebiasaan masyarakat dalam penggunaan gadget, maka situs web dan aplikasi (apps) merupakan bentuk layanan yang dapat dikembangkan guna menciptakan suatu sarana komunikasi masyarakat dengan polisi di era digital.

Sejauh ini, pemolisian masyarakat sudah cukup dikenal di masyarakat pengguna internet. Inisiatif anggota kepolisian juga sudah terlihat dalam membuat fungsi bhabinkamtibmas dan polmas di internet. Salahsatu yang dapat ditelusuri dengan cepat misalnya situs http://epolmas.com/ dan http://bhabinkamtibmas.com/.

Kedua situs merupakan suatu upaya yang serius dilakukan oleh anggota kepolisian, meskipun penampakkan situs tersebut tidak mereduksi berbagai Blog dan situs kepolisian di berbagai daerah yang beredar luas di internet, seperti http://bhabinkamtibmaspkp.blogspot.co.id/, http://polmasbanten2015.blogspot.co.id/, https://www.polrespacitan.com/bhabinkamtibmas, dan sebagainya. Meskipun situs-situs internet tersebut tidak dapat memberikan suatu input yang cepat bagi para petugas polisi dalam bekerja.

Bhabinkamtibmas mengacu pada Pasal 27 Perkap No 3 Tahun 2015, memiliki tugas pokok dalam melakukan pembinaan masyarakat, deteksi dini, dan mediasi/negosiasi agar tercipta kondisi yang kondusif di desa/kelurahan. Dalam melaksanakan tugas pokoknya tersebut, Bhabinkamtibmas melakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Kunjungan dari rumah ke rumah pada seluruh wilayah penugasannya (sambang )
2. Melakukan dan membantu pemecahan masalah (Problem Solving )
3. Melakukan pengaturan dan pengamanan kegiatan masyarakat
4. Menerima informasi tentang terjadinya tindak pidana
5. Memberikan perlindungan sementara kepada orang yang tersesat, korban kejahatan dan pelanggaran
6. Ikut serta dalam memberikan bantuan kepada korban bencana alam dan wabah penyakit
7. Memberikan bimbingan dan petunjuk kepada masyarakat atau komunitas berkaitan dengan permasalahan Kamtibmas dan Pelayanan Polri

Adapun wewenang yang dimiliki Bhabinkamtibmas mengacu pada Pasal 28 Perkap No 3 Tahun 2015, meliputi:
1. Menyelesaikan perselisihan warga masyarakat atau komunitas
2. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sebagai tindak lanjut kesepakatan FKPM dalam memelihara keamanan lingkungan
3. Mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) dan melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara (TPTKP)
4. Mengawasi aliran kepercayaan dalam masyarakat yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa

Tugas yang begitu besar ini perlu suatu model alternatif pemolisian, supaya para pelaksana di lapangan dapat dengan pasti mendatangi sumber masalah. Informasi pelaporan kamtibmas dari masyarakat kepada polisi terdekat menjadi sangat penting untuk berjalannya fungsi pelayana kepolisian. Dalam kategori pemolisian menurut Byrne dan Marx (2011), aplikasi internet merupakan bagian dari pengembangan soft technology.

Teknologi digital tergolong soft technology, memiliki fungsi penggunaannya dengan melibatkan pengguna informasi dalam pencegahan kejahatan. Teknologi digital untuk crime prevention telah berkembang sangat luas dan beragam.

Antara lain perangkat klasifikasi resiko pelanggar hukum (offender risk classification tools) untuk mendeteksi dan mengklasifikasi orang-orang yang beresiko melakukan tindak kejahatan; perangkat threat assessment untuk menilai ancaman kejahatan di suatu wilayah, perangkat bullying identification tools untuk mencegah tindakan pemerasan dan kekerasan di sekolah, berbagai program software untuk mencegah pencurian identitas (terutama nomer rekening bank) dan melindungi privasi data, perangkat untuk memonitor lokasi dan pergerakan populasi yang beresiko kejahatan seperti pelanggar hukum yang memiliki masalah mental dan penyerang seksual, dan beberapa perangkat terbaru untuk mengidentifikasi individu-individu yang berkemungkinan menjadi pelaku (atau korban) pembunuhan dalam kerangka waktu tertentu.

Aplikasi berbagai perangkat soft technology untuk pencegahan kriminalitas, telah dikembangkan luas di negara-negara maju. Pertama, sistem teknologi untuk mencegah kejahatan seksual. Sebagai contoh di Amerika Serikat sekarang telah ada perangkat untuk memonitor lokasi dan pergerakan 800.000 sex offenders yang tercatat dalam sistem registrasi sex-offender di kepolisian.

Hal ini tentu saja sangat mempermudah tugas polisi untuk mengawasi jenis-jenis kejahatan seksual yang membahayakan masyarakat. Sistem ini juga memungkinkan pemberitahuan kepada komunitas masyarakat, apabila ada seorang yang terdaftar sebagai sex offfender pindah ke lingkungan mereka, sehingga lebih meningkatkan kewaspadaan masyarakat. Tingkat resiko residivisme pada kelompok pelaku kejahatan seksual dikelompokkan menjadi beberapa kategori (high, moderate, low) berdasarkan perangkat software yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut (misalnya RASOR, Static-99, SORAG, MnSOST, SONAR, SVR-20).

Polisi menggunakan program pemetaan GPS bersama dengan database kependudukan untuk mengidentifikasi lokasi pelaku dan memperkirakan dampak pembatasan ruang gerak terhadap pencegahan pelaku mengulangi perbuatannya di masa mendatang.

Kedua, sistem teknologi untuk memperkirakan resiko tindak kriminal secara umum. Dasar pemikirannya adalah tindak kejahatan serius umumnya dapat diklasifikasi dan dideteksi secara dini. Sebagaimana dikemukakan Byrne (2009: 1), “a majority of the serious crimes are committed by a small fraction of people, in a small number of crime-ridden neighborhoods, during the first few months of probation or parole”. Kejahatan serius umumnyadilakukan segelintir kecil orang, dan hanya di lingkungan-lingkungan tertentu yang rawan kriminalitas.

Tugas dari teknologi risk assesment adalah mengidentifikasi sekelompok kecil orang tersebut, sehingga kegiatan pengawasan secara langsung oleh polisi atau dengan bantuan masyarakat, akan menjadi lebih mudah dilakukan. Sebagai contoh, di AS terdapat 7,5 juta orang yang diklasifikasi berdasarkan tingkat resiko, sehingga dapat membantu polisi menjalankan tugas pencegahan kejahatan.

Dalam evaluasi Polmas yang ditulis oleh IDSPS tahun 2009, nampak bahwa kendala-kendala struktural masih menjadi hambatan bagi polisi untuk melakukan kegiatan-kegiatan bersama masyarakat.

Kegiatan berupa sambang, problem solving, dan partisipasi semuanya memerlukan anggaran yang sangat besar jika dijumlahkan. Meskipun demikian, indikator keberhasilan fungsi bhabinkamtibmas sulit untuk diidentifikasi.

Kegiatan bhabinkamtibmas bersifat menjemput bola, sedangkan pengembangan bhabinkamtibmas melalui aplikasi bersifat menunggu bola. Perubahan mendasar ini tidak saling menggantikan, tetapi saling melengkapi satu sama lain. Dalam keterkaitan itu, aplikasi digital warga-polisi harus teruji tingkat kebermanfaatannya di masyarakat, yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya warga yang memerikan laporan secara inisiatif.

Kesimpulan
Alternatif gaya pemolisian yang penulis kemukakan dalam tulisan ini merupakan suatu internalisasi penulis sebagai polisi dengan pengembangan keilmuan penulis. Model pemetaan pemolisian masyarakat (Polmas) dengan permasalahan bauran polisi dalam masyarakat seyogyanya dapat diinisiasi dengan penyelenggaraan Siskamling yang sudah mulai pudar di masyarakat.

Untuk itu, strategi mengoptimalkan kembali Siskamling harus diinisiasi dengan intensifikasi kontak. Perkembangan teknologi internet saat ini memungkinkan kegiatan tersebut dengan dibangunnya sistem pelaporan warga untuk mendukung intensifikasi kontak yang lebih terarah dan tertuju.

Aplikasi digital warga-polisi merupakan saluran langsung yang memberikan kemungkinan para petugas polisi secara umum dan bhabinkamtibmas secara khusus menemukan sumber masalah di masyarakat. Pada pelaksanaan tugasnya, polisi di tingkat pelaksana resor kemudian dapat menemui sumber masalah secara langsung.

Penciptaan interaksi polisi dengan masyarakat secara instensif dan berkelanjutan diharapkan akan mengurai suatu tatanan infomasi yang berkembang mengenai celah-celah paradigma negatif masyarakat terhadap institusi polisi. Efektifitas aplikasi seperti ini telah mulai berkembang dilakukan untuk pengembangan kota di Jakarta dan beberapa kota besar di negara-negara maju. []

Klik untuk komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

19 − 12 =

Ke Atas