Pengabdian
Polmas Menjawab Tantangan Keamanan Modern
Pemolisian masyarakat (Polmas) di Indonesia memiliki akar sejarah yang kuat dilakukan dengan metode Siskamling. Pada satu sisi, reformasi yang menciptakan ketidakpercayaan terhadap aparatur pemerintah dan perubahan sosial masyarakat memudarkan penyelenggaraan pemeliharaan keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat paling bawah.
Di sisi yang lain masih terdapat hambatan pembinaan masyarakat di internal kepolisian. Padahal Polmas telah menjadi suatu kewajiban melalui Perkap No. 3 tahun 2015 yang ditujukan bagi seluruh satuan yang ada di kepolisian. Untuk menjembatani permasalahan ini diperlukan suatu pendekatan yang mengikuti perkembangan masyarakat.
Dewasa ini, bentuk alternatif Polmas tersebut dapat dilakukan dengan membangun suatu aplikasi digital komunikasi langsung warga-polisi. Beberapa rujukan aplikasi seperti ini telah berkembang diterapkan oleh pemerintahan kota di dunia, dan Jakarta dengan aplikasi Pembangunan Kota QLUE. Dalam konteks kepolisian, aplikasi dapat digunakan untuk mengoptimalkan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas).
Demokrasi melahirkan suatu paradigma pemerintahan sebagai suatu bentuk organisasi pelayanan publik. Perubahan ini telah menjadi suatu strategi kepolisian dalam pelaksanaan tupoksinya. Pembauran polisi dalam masyaraat dikenalkan sebagai pemolisian/perpolisian masyarakat atau dalam bahasa universal dikenal sebagai community policing.
Pemolisian masyarakat (polmas) mulai dikenalkan pada tahun 2005, dengan landasan aturan Perkap No. 737 Tahun 2005, yang kemudian disempurnakan melalui Perkap No. 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas POLRI, kemudian diperbarui melalui Perkap No. 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat.
Praktek pemeliharaan keterlibatan masyarakat melalui pemolisian sudah dikenal di Indonesia diantaranya dalam bentuk: ronda kampung, jogo boyo, jogo tirto, pecalang dan sebagainya.
Pada dasarnya penerapan polmas dengan pendekatan proaktif mengutamakan pemecahan masalah kamtibmas dan masalah sosial berarti mengoptimalkan sumber daya polisi dan masyarakat dengan menggandakan kekuatan sumber daya yang dapat dilibatkan dalam upaya pemeliharaan Kamtibmas.
Dengan penggandaan kekuatan tersebut, tugas pemeliharaan kamtibmas tidak hanya dilaksanakan oleh petugas Polri melainkan juga menjadi kepedulian warga masyarakat.
Berdasarkan ketentuan aturan pemolisian masyarakat, Polmas didefinisikan sebagai penyelenggaraan tugas kepolisian yang mendasari kepada pemahaman bahwa untuk menciptakan kondisi aman dan tertib tidak mungkin dilakukan oleh Polri sepihak sebagai subjek dan masyarakat sebagai objek, melainkan harus dilakukan bersama oleh polisi dan masyarakat dengan cara memberdayakan masyarakat melalui kemitraan polisi dan warga masyarakat, sehingga secara bersama-sama mampu mendeteksi gejala yang dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat, mampu mendapatkan solusi untuk mengantisipasi permasalahannya dan mampu memelihara keamanan serta ketertiban di lingkungannya.
Polmas merupakan suatu alternatif pemolisian melalui Alternatif Dispute Resolution (ADR).Yang dengan demikian, permasalahan ringan di masyarakat tidak perlu dibawa ke ranah hukum, melainkan cukup diselesaikan di tingkat desa, kelurahan, dan kecamatan saja.
Bagaimanapun juga permasalahan seperti ini, sering ditemui petugas Polmas saat bertugas di tengah-tengah masyarakat. Kemampuan menyelesaikan masalah riil masyarakat, merupakan tugas pelaksana polmas terutama masalah sosial yang perlu dipecahkan bersama guna menunjang kelancaran fungsi kepolisian dan kualitas hidup masyarakat.
Strategi Polmas adalah implementasi pemolisian proaktif yang menekankan kemitraan sejajar antara polisi dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penangkalan kejahatan, pemecahan masalah sosial yang berpotensi menimbulkan gangguan Kamtibmas dalam rangka meningkatkan kepatuhan hukum dan kualitas hidup masyarakat.
Dalam sasaran prakteknya, Polmas terdiri dari dua bentuk operasional, mencakup pembinaan dan kemitraan. Pembinaan dalam konteks Polmas adalah upaya menumbuhkembangkan dan mengoptimalkan potensi masyarakat dalam hubungan kemitraan (partnership and networking) yang sejajar.
Pembinaan masyarakat adalah segala upaya yang meliputi komunikasi, konsultasi, penyuluhan, penerangan, pembinaan, pengembangan dan berbagai kegiatan lainnya dalam rangka untuk memberdayakan segenap potensi masyarakat guna menunjang keberhasilan tujuan terwujudnya keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat.
Adapun kemitraan (partnership and networking) adalah segala upaya membangun sinergi dengan potensi masyarakat yang meliputi komunikasi berbasis kepedulian, konsultasi, pemberian informasi dan berbagai kegiatan lainnya demi tercapainya tujuan masyarakat yang aman, tertib dan tenteram. Melalui Perkap No. 7 Tahun 2008, realisasinya dapat terlihat dari pembangunan dua instrumen polmas, meliputi soft instrument dan hard instrument.
Bentuk soft instrument disebutkan sebagai Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) adalah wahana komunikasi antara Polri dan warga yang dilaksanakan atas dasar kesepakatan bersama dalam rangka pembahasan masalah Kamtibmas dan masalah-masalah sosial yang perlu dipecahkan bersama oleh masyarakat dan petugas Polri dalam rangka menciptakan kondisi yang menunjang kelancaran penyelenggaraan fungsi kepolisian dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Adapun hard instrument disebutkan sebagai Balai Kemitraan Polri dan Masyarakat (BKPM) adalah tempat berupa bangunan/balai yang digunakan untuk kegiatan polisi dan warga dalam membangun kemitraan. Balai ini dapat dibangun baru atau mengoptimalkan bangunan polisi yang sudah ada seperti Polsek dan Pospol atau fasilitas umum lainnya.
Jika digambarkan dalam skema alur, maka peta arahan Polmas dapat dijelaskan melalui gambar berikut ini.

Sumber: Diolah dari Perkap No.7/2008.
Dengan format polmas seperti ini diyakini akan mengartikan kembali kedudukan polisi terhadap lingkup publik yang seharusnya lebih demokratis, mengedepankan partisipasi, dan melepaskan masyarakat dari ketakutan kekerasan, hierarki kekuasaan, perilaku kekerasan dan eksploitasi.
Hal yang sama juga diutarakan dalam penelitian IDSPS (2009), bahwa Polmas tidak hanya merupakan suatu program, melainkan suatu falsafah yang menggeser paradigma konvensional menjadi suatu model perpolisian baru dalam masyarakat madani. Model ini pada hakekatnya menempatkan masyarakat bukan semata-mata sebagai obyek tetapi mitra kepolisian dan pemecahan masalah.
Konsepsi Polmas yang demikian revolusioner dalam tata pemolisian sebenarnya telah terangkum dalam Perkap Polmas. Dilihat dari falsafahnya, Polmas mengandung makna sebagai suatu model pemolisian yang menekankan hubungan yang menjunjung nilai-nilai sosial/kemanusiaan dalam kesetaraan, menampilkan sikap perilaku yang santun serta saling menghargai antara polisi dan warga, sehingga menimbulkan rasa saling percaya dan kebersamaan dalam rangka menciptakan kondisi yang menunjang kelancaran penyelenggaraan fungsi kepolisian dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Dalam arahan Perkap tersebut, program-program Polmas yang dilaksanakan di seluruh wilayah tugas dalam jajaran Polri memiliki aspek improvisasi selama dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Arahan bentuk program dapat dilakukan dengan persepsi yang sama mengenai Strategi Polmas secara komprehensif dan dapat menerapkan metode Polmas di wilayah tugasnya sesuai dengan karateristik wilayah dan masyarakatnya. Beberapa masalah yang dapat dijadikan target pemolisian mencakup pembacaan terhadap potensi gangguan keamanan ketertiban masyarakat (kamtibmas) dan masalah masyarakat secara umum.
Masalah merupakan suatu kondisi yang menjadi perhatian warga masyarakat karena dapat merugikan, mengancam, menggemparkan, menyebabkan ketakutan atau berpotensi menyebabkan terjadinya gangguan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat (khususnya kejadian-kejadian yang tampaknya terpisah tetapi mempunyai kesamaan-kesamaan tentang pola, waktu, korban dan/atau lokasi geografis).
Adapun potensi gangguan kamtibmas adalah endapan permasalahan yang melekat pada sendi-sendi kehidupan sosial yang bersifat mendasar akibat dari kesenjangan akses pada sumber daya ekonomi, sosial, dan politik yang pada akhirnya dapat menjadi sumber atau akar permasalahan gangguan kamtibmas.
Para pelaksana Polmas diharapkan mampu menyusun pemecahan masalah yang muncul di masyarakat. Sehingga dalam Polmas pemecahan masalah merupakan proses pendekatan permasalahan kamtibmas dan kejahatan untuk mencari pemecahan suatu permasalahan melalui upaya memahami masalah, analisis masalah, mengusulkan alternatif-alternatif solusi yang tepat dalam rangka menciptakan rasa aman, tentram dan ketertiban (tidak hanya berdasarkan pada hukum pidana dan penangkapan), melakukan evaluasi serta evaluasi ulang terhadap efektifitas solusi yang dipilih. []
