Connect with us

Ahriesonta.id

Bagaimana Polri Menopang Keamanan dalam Kebijakan Ekonomi?

Ilustrasi keamanan dalam kebijakan ekonomi nasional (istimewa/medcom.id).

Pengabdian

Bagaimana Polri Menopang Keamanan dalam Kebijakan Ekonomi?

Globalisasi tidak mampu membatasi dampak positif diiringi masuknya unsur negatif. Terorisme merupakan salahsatu unsur gobalisme yang masuk melalui pemikiran dan menciptakan kelompok tertentu di masyarakat. Tetapi unsur negatif tersebut hanya bisa masuk jika Indonesia berada dalam ketidakstabilan.

Pakar hubungan internasional Arab Saudi Ali Saeed Awadh Asseri (2009), mengatakan bahwa terorisme, dalam hal ini JI, mengambil keuntungan dari gejolak politik dan ekonomi Indonesia di akhir 1990-an untuk membangun sel-sel teror dan mempromosikan Islam radikal di seluruh Nusantara. Model-model penghimpunan modal oleh kelompok teroris kemudian menjadi marak setelah kegiatan JI dapat ditekan oleh peningkatan keamanan nasional.

Fakta itu jelas menunjukkan bahwa kondisi politik dan ekonomi tidak dapat dianggap sebelah mata sebagai faktor lingkungan bagi berkembangnya gerakan radikal. Oleh karena itu, sebagai suatu prevensi keamanan nasional adalah penciptaan tatanan sistem politik dan ekonomi yang stabil mutlak harus dilakukan. Ekonomi masyarakat kecil yang dapat dengan mudah menjadi ruang berkembangnya pemikiran radikal, harus mendapat penataan priortas pemerintah.

Pada tataran politik, kepemimpinan nasional terus berupaya berjalan di alam demokrasi yang mengutamakan good corporate governance. Indikator tersebut ketika dikaitkan terhadap globalisme maka akan melahirkan nasionalisme yang lebih baik pada masyarakat. Faktor berkembangnya nasionalisme dalam hal ini muncul sebagai proses industrialisasi dan kondisi-kondisi sosio struktural, politik, dan ekonomi yang menyertainya.

Sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla berjalan, upaya penataan ekonomi masyarakat sendiri ditempuh melalui arahan Presiden yang dikenal dengan paket kebijakan ekonomi.

Paket kebijakan ekonomi mulai dirilis pemerintah sejak 9 September 2015, yang jika dilakukan review, maka keseluruhan kebijakan ekonomi bersifat pelonggaran. Artinya, arahan kebijakan yang bersifat reward, dalam hal ini istilah yang sering digunakan adalah insentif, pemangkasan, dan right sizing lingkungan yang mendukung instrumen ekonomi. Paket kebijakan dalam nomenklatur tata pemerintahan bersifat arahan Presiden dan bukan instruksi Presiden yang memiliki kekuatan hukum melalui Instruksi Presiden (inpres).

Maka, paket kebijakan ini bersifat tidak mengikat. Namun, menjadi arahan bagi lembaga dan/atau kementerian yang menangani untuk menindaklanjuti dengan peraturan secara sektoral. Berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, Presiden seringkali membuat Inpres yang langsung kebijakan sebagai salah satu produk perundangan dengan kekuatan hukum yang kuat. Berikut disajikan review paket kebijakan ekonomi ! sampai dengan XI (tulisan ini dibuat pada Mei 2016. hingga 2018, paket kebijakan ekonomi telah mencapai 16 butir).

Diolah dari berbagai sumber.

Upaya pemerintah dalam memberikan arahan kebijakan yang bersifat pelonggaran ini merupakan suatu kondisi semakin terbukanya perekonomian Indonesia terhadap ekonomi global. Salah satu ekonom dunia Ragnar Nurske, mengatakan bahwa negara berkembang akan selalu ada dalam lingkaran setan kemiskinan selama negara tersebut tidak membuka kran investasi untuk asing.

Tetapi hal yang perlu menjadi catata bahwa investasi asing tidak boleh menjadi bahan bakar dan pelaku utama dalam perekonomian Indonesia. Jika hal ini terjadi maka Indonesia akan menjadi negara periferi yang sangat tergantung pada negara maju.

Integrasi perekonomian terhadap negara-negara maju memiliki risiko yang sangat besar, alih-alih kerja sama terbangun negara berkembang justru seringkali tidak mampu mandiri dan membangun ekonomi yang kuat. Negara-negara maju cenderung membuat hegemoni untuk mempertahankan kekuasaannya dan mengambil keuntungan dari negara berkembang.

Sejak 1990 hingga 2010 gejala ketergantungan sudah mulai terlihat. Jumlah investasi dalam negeri terhadap investasi asing terus mengalami ketimpangan. Disamping itu, investasi asing telah merambah berbagai sektor strategis dalam perekonomian, mencakup: telekomunikasi, transportasi, energi, dan sektor publik lain yang berkaitan dengan hajat hidup orang Indonesia. Data 2011 menunjukkan kepemilikan asing pada sektor pertambangan mencapai 75 persen.

Dari total 225 blok migas yang dikelola kontraktor kontrak kerja sama non Pertamina, 120 dioperasikan asing, 28 dioperasikan perusahaan nasional, dan 77 blok dioperasikan gabungan asing dan nasional. Pada sektor perbankan kepemilikan asing telah mencapai 47,02 persen dari total aset sebesar Rp 3.065 triliun.

Pembukaan Daftar Negatif Investas (DNI) untuk asing melalui paket kebijakan ekonomi merupakan pendalaman (deepening) investasi asing di Indonesia. Dalam keterkaitan itu, pemolisian harus mampu melihat, mengidentifikasi, analisis dampak, dan mengambil langkah antisipasi melalui pemolisian. potensi konflik kepentingan lokal dan asing kedepannya diperkirakan akan mengalami peningkatan.

Hampir dapat dipastikan bahwa kelompok kepentingan ini datang dengan antisipasi manajemen konflik di tataran masyarakat lokal. Pemolisian masyarakat (Polmas) juga menjadi hal yang prioritas untuk dapat mengidentifikasi gejala-gejala yang muncul dari pertentangan di masyarakat. Konsentrasi Polmas dapat dibina dan dilakukan pada daerah kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus, yang dalam paket kebijakan ekonomi merupakan lokus terkonsentrasi dari penempatan investasi asing.

Pemolisian merupakan filter terakhir bagi globalisasi yang masuk ke Indonesia. Pemolisian yang baik dapat mengantisipasi dampak dari suatu lingkungan strategis sebelum dirasakan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi Polri untuk melakukan analisis strategis pemolisian yang komprehensif berdasarkan sektoral strategis. Sebagai suatu contoh globalisme, ekonomi, dan terorisme memiliki suatu rangkaian khusus dan pola hubungan dalam hidup dan berkembangnya di Indonesia.

Polri sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat harus mengedepankan fungsi-fungsi pencegahan sebelum dampak negatif dari perubahan lingkungan strategis tersebut terjadi di masyarakat.

Perubahan kebijakan di tingkat nasional juga merupakan faktor utama yang harus dikawal dampaknya terhadap ketertiban masyarakat. Pro-kontra pendapat dan kepentingan di masyarakat selalu menciptakan perubahan ketertiban, yang jika tidak direspon oleh pemerintah maka akan menciptakan ketidakstabilan sosial.

Pemolisian yang mengedepankan kekerasan tentu tidak lagi menjadi solusi untuk menahan perubahan sosial. Pendekatan humanis kepolisian penting kedepannya untuk menjadi jembatan yang baik bagi pelaksanaan kebijakan pemerintah. Sehingga, pemolisian juga dapat membantu masyarakat dalam mengikuti kebijakan pemerintah. Harmonisnya hubungan pemolisian, masyarakat dan kebijakan publik pemerintah akan menciptakan kenyamanan hidup bermasyarakat sebagai suatu bangsa. []

Klik untuk komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

16 + 20 =

Ke Atas