Pengabdian
Tahukah Anda Jika Soft Approach Itu Jalan Kemaslahatan?
Menit demi menit seluruh masyarakat menantikan aksi kepolisian melumpuhkan napi kelompok teroris di rutan Mako Brimob. Pasukan kepolisian bersenjata lengkap telah dikerahkan di halaman rutan. Tragedi di hari Rabu 9 Mei silam mendapat perhatian dari berbagai stasiun televisi untuk disiarkan live.
Tapi siapakah yang menyangka bahwa ketika operasi penanganan, seorang polisi wanita (Polwan) mendekap seorang bayi, kemudian membawanya keluar dari tahanan. Ia khawatir sang bayi menjadi korban salah sasaran baku tembak antara polisi dan napi yang tengah melancarkan aksi bengisnya.
Rekan-rekan sang Polwan ada yang telah gugur. Aparat kepolisian kalah jumlah, ditambah tekanan yang luar biasa dari situasi baku tembak di dalam ruangan dengan kemungkinan korban yang bisa bertambah banyak. Suasana ini kemudian berubah menjadi penyanderaan hingga keesokan harinya.
Bayi itu sebenarnya adalah seorang anak dari napi teroris, tapi mengapa sang Polwan rela memperjuangkan hidupnya? Apakah ini wajah dari polisi Indonesia kini?
Fenomena ini kemudian dapat direfleksikan pada jalan damai yang dilakukan tim gabungan dalam melumpuhkan aksi para napi teroris itu. Jalan damai itu kemudian dikenal sebagai soft approach Polri. Menurut keterangan tim Densus 88, strategi soft approach sebenarnya sangat berat, karena strategi ini perlu menahan diri.
“Jika mau menghabisi 156 napi terorisme, itu hanya dibutuhkan waktu kurang dari 30 menit,” begitu tutur mereka.
Langkah Kapolri Tito Karnavian enggan mengambil langkah hard approach inilah yang kemudian banyak dinilai para pengamat sebagai aksi lembek. Ini analisis yang keliru sebenarnya.
Pertimbangan matang Kapolri tak terbaca oleh komponen masyarakat pengamat, Kapolri Tito Karnavian sejatinya ingin menghindari bencana yang jauh lebih buruk, yakni bencana sosial dan politik.
Bilamana Polri melakukan strategi bumi hangus (hard approach) maka akan banyak pihak yang ingin menggoreng isu ini ke ranah agama. Sehingga, bisa menggoyang Pemerintahan Jokowi dari sisi sosial dan politik. Apalagi kejadiannya 3 hari sebelum Aksi Bela Palestina 11 Mei.
Strategi soft approach tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik jika tidak dilandasi penguasaan ilmu strategi dalam menghadapi kelompok-kelompok radikal.
Justru dengan strategi dalam penanganan terorisme yang mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM) dan prosedur hukum inilah yang membuat Indonesia dianggap berhasil dalam penanganan kasus-kasus terorisme.
Kepiawaian Kapolri Tito Karnavian dalam menangani kasus-kasus radikal membuat dunia internasional mengundangnya menjadi pembicara pada forum kepolisian PBB pada 30 November 2017 silam.
Hal yang sama, Kapolri Tito diundang kembali untuk berbicara di forum UNCOPS PBB pada 21 Juni 2018. UNCOPS merupakan forum dunia terpenting dalam pencegahan konflik dan pemeliharaan perdamaian di tengah berbagai isu pecah belah yang menjadi tantangan dunia saat ini.
Kepiawaian itu bukan saja untuk dibanggakan, tetapi telah mengilhami para petugas kepolisian pada saat berada di lapangan. Kisah sang Polwan yang mendekap bayi teroris, lalu kemudian upaya melumpuhkan pemberontakan napi teroris yang damai menjadi bukti nyata bahwa kepemimpinan memberikan pengaruh yang kuat bagi masa depan Polri yang lebih humanis. []
