Penghayatan
Fenomena Polisi Bunuh Diri, Bagaimana dan Mengapa Bisa Terjadi? Seri 2
Fenomena bunuh diri polisi (police suicide) menjadi perhatian yang sangat serius bukan hanya bagi kepolisian secara institusi, tetapi juga bagi masyarakat secara umum. Hal ini terlihat dari ketertarikan pencarian topik bunuh diri polisi pada mesin pencarian Google.
Konsentrasi perhatian mengalami lonjakan sepanjang 2015 hingga kuartal pertama 2016. Lonjakan perhatian masyarakat justru terjadi pada saat trends police cuicide di dunia sedang mengalami penurunan. Jumlah pencarian tertinggi mencapai angka 100 pada bulan Desember 2015. Angka ini pernah terjadi pada tren dunia pada medio 2006.
Fakta data tersebut dapat dilihat pada grafik berikut.
Sementara itu pada skala nasional Indonesia, tren isu polisi bunuh diri dapat dilihat sebagai berikut.
Bunuh diri adalah tindakan destruktif dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika tindakan itu dilakukan oleh aparat kepolisian, maka akan menjadi tindakan destruktif yang juga akan menciderai lembaga kepolisian. Jika ditelusuri lebih dalam, ketertarikan masyarakat terhadap bunuh diri polisi berkaitan dengan kejadian tersebut berlangsung.
Pada tingkat global, bunuh diri polisi mengemuka pada negara-negara dengan tingkat kejahatan yang tinggi, secara berturut-turut Amerika Serikat (AS), Australia, Kanada, Inggris, dan Perancis. Adapun latar belakang kota tempat berlangsungnya kejadian menunjukkan tingkat kompleksitas dan heterogenitas masyarakatnya yang tinggi, mencakup Chicago-AS dan Melbourne-Australia.
Fenomena police suicide di beberapa negara bahkan menjadi kajian tersendiri, dengan adanya situs internet khusus, seperti http://www.policesuicidestudy.com/, http://www.tearsofacop.com/, dan http://www.badgeoflife.com/.
Sementara itu dilihat dari fokus kota di beberapa negara, data isu yang dapat dilihat sebagai berikut.
Di Indonesia fenomena polisi bunuh diri pada awal 2016 cukup mengemuka, yang dilatarbelakangi beberapa kejadian dalam kurun waktu yang tidak terlalu jauh. Beberapa polisi yang melakukan bunuh diri meliputi 1) Ipda. Sapto Nugroho–Jambi, 2) Iptu. Syahrir Perdana Lubis–Bandar Lampung, 3) Brigadir Bobby–Polda Jambi, 4) Brigadir Aris–Cikarang Bekasi, 5) Aiptu Suparmo–Lenteng Agung Jaksel, dan hingga tulisan ini dibuat 6) Brigadir I Made Swartawan–Bali.
Angka bunuh diri polisi pada awal 2016 juga hampir menyamai jumlah bunuh diri polisi yang terjadi sepanjang tahun 2015. Bahkan, peningkatan yang signifikan pada awal 2016 merupakan bunuh diri tertinggi sepanjang lima tahun terakhir. Angka ini sebenarnya masih kecil jika dibandingkan dengan negara seperti AS, dimana masalah bunuh diri polisi setiap tahunnya mencapai angka ratusan.
Permasalahan bunuh diri tentu tidak luput dari Jepang yang memiliki ajaran harakiri atau seppuku. Ajaran bushido kesatria samurai yang menurut berbagai penelitian, ajaran itu dimaknai sebagai prinsip lebih baik mati daripada menanggung malu atau kalah.
Meskipun pada era modern bunuh diri yang dilakukan masyarakat dilatarbelakangi permasalahan ekonomi dan harga diri. Alasan ekonomi yang mendorong tindakan bunuh diri adalah klaim pencairan asuransi untuk kebutuhan keluarga. Tingkat bunuh diri di Jepang mencapai angka 30.000 orang hingga tahun 2012.
Namun ternyata catatan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization-WHO), negara dengan tingkat bunuh diri paling tinggi adalah Bangladesh. Kajian itu menunjukkan bahwa permasalahan yang menjadi latar belakang motif bunuh diri adalah faktor inferioritas dan permasalahan ekonomi. Lain halnya dengan negara di urutan kedua, Kanada, faktor motif yang menyebabkan orang-orang bunuh diri dikarenakan suka menyakiti diri sendiri.
Cara bunuh diri yang dilakukan masyarakat setiap negara berbeda-beda. Pada kedua negara urutan tertinggi bunuh diri menunjukkan perbedaan yang signifikan. Di Bangladesh bunuh diri banyak dilakukan dengan cara menggantung diri.
Sementara itu, di negara maju Kanada, bunuh diri paling banyak dilakukan dengan menggunakan pistol, racun, dan baru menggantung diri. Namun, dari kedua contoh negara ini tidak dapat disimpulkan bahwa kepemilikan senjata api dapat memicu bunuh diri.
Peneliti sosial Jack Hicks mengatakan bahwa bunuh diri merupakan penyakit sosial. Keinginan masyarakat untuk membantu mereka harus dilakukan dengan cara pertolongan terhadap kesehatan mental yang sedang mencari pertolongan. Permasalahan ekonomi yang seingkali melatarbelakangi tindakan bunuh diri harus diselesaikan dengan penyediaan lapangan kerja, penyelenggaraan perumahan yang layak, kekerasan yang ada di lingkungan, dan perhatian terhadap penyalahgunaan zat-zat kimiawi.
Faktor-faktor bunuh diri pada masyarakat juga merupakan faktor yang tidak terpisahkan pada institusi kepolisian. Sebagai penyakit sosial, bunuh diri yang muncul pada suatu institusi dapat memicu tindakan serupa dilakukan oleh anggota yang lain. Seperti yang terjadi pda institusi kepolisian Indonesia, juga terjadi pada kepolisian negara lain.
Awal tahun ini Jepang digegerkan dengan dua kejadian bunuh diri polisi yang dilakukan di kamar mandi di tempat publik. Melengkapi daftar faktor bunuh diri polisi, fenomena yang terjadi di Indonesia bahkan ada yang dilatarbelakangi perselisihan dengan rekan kerja. Sehingga bunuh diri dilakukan sebagai alasan penyesalan atas tindakan kejahatan yang telah dilakukan. []