Connect with us

Ahriesonta.id

Keugahariaan Dalam Diri Polisi

Ilustrasi Polisi tengah melakukan apel (istimewa/kaltim.tribunnews.com).

Pengabdian

Keugahariaan Dalam Diri Polisi

Tulisan ini merupakan bagian terakhir dari seri tulisan dengan judul Mengintip Budaya Ugahari dalam Pemolisian Masyarakat, yang dengan begitu tulisan ini merupakan bagian seri 5.

Penelusuran makna filosofis dari percakapan Leon dengan Phytagoras kemudian percakapan Socrates dengan Xarmides dan Kritias, terdapat beberapa konsepsi mengenai suatu realitas, paradigma, dan aktor. Pemahaman mendasar ini menjadi muara pemikiran Platon, yang hingga saat ini menjadi suatu definisi dalam kehidupan keseharian.

Hanya saja kehidupan keseharian yang penuh pragmatisme seakan-akan menempatkan bahasa filosofi yang sangat tinggi seakan tidak jauh dari kenyataan. Melalui tulisan ini kontekstualisasi keugahariaan dalam diri polisi menjadi pembedah dalam interaksi institusi kepolisian dengan masyarakat.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku anggota Polri

a. Peluang.
Masyarakat masih memiliki kepercayaan terhadap institusi Kepolisian walupun belum optimal. Keberadaan anggota Polri di lapangan walaupun usianya masih remaja, namun oleh masyarakat dipanggil ‘Bapak’, dimana ini merupakan wujud penghargaan masyarakat kepada institusi Polri. Masih banyak masyarakat yang belum puas dalam penyelesaian berbagai permasalahan sosial jikalau yang menyelesaikan bukan Polisi. Walaupun kadang-kadang konotasinya Polri dijadikan alternatif terakhir dalam penyelesaian permasalahan di lingkungan warga, eksistensi Polri sebenarnya masih ada.
Kehadiran polisi masih membawa dampak ketertiban masyarakat, walaupun sering kesadaran masyarakat tersebut hanya semata-mata karena malas berhubungan dengan polisi jika melanggar. Namun demikian jelas kehadiran sosok polisi masih berdampak cukup tinggi terhadap ketertiban sosial yang ditandai dengan tingkat kepatuhan masyarakat yang cukup.

b. Kendala.
Perilaku segelintir anggota polisi sering digeneralisasi/stereotip oleh warga masyarakat terutama perilaku yang negatif. Media massa sering memuat perilaku-perilaku negatif anggota Polri dan sering dijadikan daya tarik untuk meningkatkan oplah atau tingkat pejualan medianya. Stigma kehilangan ayam akan menjadi kehilangan kambing jika melapor kepada polisi apabila terjadi pencurian dan stigma-stigma lainnya seperti wujud kehadiran polisi untuk membuat takut anak-anak jelas sangat merugikan institusi Polri.

Tugas-tugas polisi hampir secara keseluruhan bersinggungan atau berhadapan dengan masyarakat, sehingga kesalahan atau perilaku sekecil apapun jika tidak mencerminkan perilaku anggota Polri akan segera mendapat respon dan sengaja disebar luaskan.

2. Perilaku Etis Anggota Polri Dalam Paradigma Polisi Sipil
Masyarakat berkeinginan polisinya dapat dijadikan contoh dalam berperilaku dan menjadi idola dilingkungannya. Polisi sipil harus menonjolkan sebagai abdi rakyat yang siap melayani masyarakat kapanpun, dimanapun, kepada siapapun dengan diminta maupun tidak diminta. Polisi melayani masyarakat karena memang polisi berpihak dan demi kepentingan rakyat dalam pelaksanaan tugasnya (polisi yang protagonis), bukan keberpihakan kepada penguasa dalam rangka menunjukkan loyalitasnya. Polisi harus ‘loyal’.

Anggota Polri harus proaktif dan meninggalkan gaya lama yang cenderung reaktif seperti pemadaman kebakaran yang bekerja setelah adanya kebakaran dan tidak pernah bertindak berdasar jemput bola / proaktif. Polisi yang hanya bertugas di penjagaan sambil menunggu laporan masyarakat tanpa proaktif terjun di tengah-tengah masyarakat bukan mencerminkan sebagai polisi sipil yang berperilaku etis/berdasarkan etika kepolisian.

Etika kepolisian tidak hanya sekedar diartikan sebagai sopan-santun saja namun dirumuskan kedalam lima hal pokok yang menjadi inti pengaturan dalam rumusan etika kepolisian di negara modern yang demokratis yakni ; pertama-pertama, harus sopan, tertib, bermoral dalam sikapnya, Kedua, harus menguasai diri dan bertindak sabar serta bijak/ wisdom.
Ketiga, harus teliti dan rajin (correct) dalam pelaksanaan tugasnya, Keempat, menjauhkan diri dari sifat-sifat kekerasan, kekejaman, kasar, cabul dan kata-kata cabul, Kelima, harus menghindarkan pembicaraan yang tidak perlu (banyak bersenda gurau dalam pelaksanaan tugas). Kelima hal pokok tersebut dapat dijadikan dasar bagaimana anggota Polri harus berperilaku yang etis dalam paradigma polisi sipil sesuai dengan harapan masyarakat yang demokratis.

Dalam hal ini penulis memberikan batasan-batasan acuan berperilaku yang harus dipedomani oleh anggota Polri, yakni perilaku etis anggota Polri di dalam lingkungan keluarganya, perilaku etis di dalam lingkungan dimana dia tinggal (lingkungan kompleks/ lingkungan masyarakat), perilaku etis anggota Polri di lingkungan kerja/kantor dan perilaku etis anggota Polri saat melaksankan tugas.

Pada empat lingkungan kehidupan tersebut, setiap anggota Polri harus bisa mengaplikasikan kelima hal pokok rumusan etika kepolisian, sehingga perilaku etis setiap anggota Polri akan tercermin dalam setiap lingkungan dimana anggota Polri tersebut berada. Hal tersebut diharapkan masyarakat akan melihat sosok anggota Polri yang menjunjung tinggi etika sesuai norma / aturan / ukuran baik buruk perilaku di dalam lingkungan masyarakat, sehingga dapat dijadikan panutan dan suri tauladan masyarakat dimana anggota Polri tersebut berada.

3. Implementasi Perilaku Etis Anggota Polri
Seperti yang diuraikan di atas, terdapat lima hal pokok yang dijadikan rumusan dan acuan dalam berperilaku yang etis sesuai paradima polisi sipil oleh semua anggota Polri baik pimpinan maupun anggotanya, agar setiap anggota Polri dapat menjadi contoh, panutan dan suri tauladan masyarakatnya. Kelima hal pokok tersebut membutuhkan implementasi dalam wujud nyata perilaku setiap anggota Polri dimana pun mereka berada, baik dilingkungan keluarganya, lingkungan tempat tinggalnya, lingkungan kerja / kantor dan lingkungan dalam pelaksanaan tugas di lapangan.

Karena masyarakat selalu melihat dan ingin tahu bagaimana perilaku polisinya saat berkumpul dengan keluarga, saat bergaul dengan warga, saat bekerja di kantor dan terutama saat polisi tersebut melaksanakan tugas, dimana tugas-tugas polisi sering dan hampir selalu bersentuhan dengan masyarakat.

Lebih sederhana lagi, seorang anggota Polri harus berpegang pada peribahasa, “Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung”, ini menjadikan seorang anggota Polri harus fleksibel, tidak kaku dan domatis berpegang pada aturan-aturan baku yang tertulis / hukum positif. Tetapi anggota Polri juga harus memperhatikan norma-norma lain yang berlaku dilingkungan masyarakat dimana dia bertugas. []

Klik untuk komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

18 + 12 =

Ke Atas