Penghayatan
Fenomena Polisi Bunuh Diri, Bagaimana dan Mengapa Bisa Terjadi? Seri 1
Bunuh diri polisi merupakan permasalahan psikologi profesi. Setiap polisi dituntut mampu mengambil suatu keputusan dalam kondisi tertekan, waktu yang terbatas, dan tingkat kompleksitas tertentu. Dibalik tugas yang berat, polisi sejatinya adalah manusia biasa yang memiliki latar belakang sosial.
Profesi ini mengharuskan setiap individu menyaksikan hal-hal buruk dalam masyarakat, sehingga menjadi stimulan untuk mengganggu kesehatan mental. Dalam kondisi demikian, polisi juga dihadapkan pada beban kerja yang berat yang juga dapat menstimulasi pengaruh buruk pada kehidupan pribadinya.
Komunikasi sosial yang baik dan pemahaman terhadap makna simbolik dari bahasa penting menjadi dasar dalam membangun suatu iklim kerja yang kondusif. Temuan empirik bunuh diri polisi di Indonesia dapat dikomparasikan terhadap temuan eksperimentatif fenomena serupa di dunia. Sehingga dari hasil perbandingan ini Polri dapat menangkal potensi bunuh diri pada anggotanya dengan pendekatan yang terasa lebih bersifat alamiah.
Baiklah kita mulai pembahasan dari sini. Penyakit sosial pada institusi kepolisian yang paling tinggi bisa dikatakan adalah tindakan bunuh diri. Hal ini tidak hanya menjelaskan penyalahgunaan kapasitasnya sebagai aparat pemerintah, perilaku kekerasan, atau mangkir dari aturan, tetapi lebih dari itu menunjukkan perubahan orientasi kejiwaan.
Polisi sebagai aparat yang terdidik dan terlatih memiliki kemampuan di atas rata-rata masyarakat pada umumnya. Sehingga, gangguan kejiwaan pada polisi merupakan suatu kondisi yang luar biasa. Deskripsi mengenai permasalahan ini dapat ditemukan pada berbagai kasus bunuh diri yang dilakukan polisi di berbagai negara. Amerika Serikat (AS) dan Australia merupakan dua negara yang secara konsisten dihadapkan pada masalah ini.
Permasalahan bunuh diri polisi akhir-akhir ini juga menjadi perhatian sangat serius di Indonesia. Masalah ini juga menjadi suatu temuan yang memerlukan solusi cepat ditengah kompleksitas pembenahan institusi polisi pasca reformasi 1997/1998. Mengapa dikatakan demikian?
Hal ini erat kaitannya dengan bagaimana Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menata kembali doktrin, paradigma, nilai, dan budaya kepolisian pasca beralih status bagian militer menjadi institusi sipil. Sementara itu tuntutan profesionalitas dan akuntabilitas menjadi syarat bagi pengembangan sumberdaya kepolisian.
Berbenah ke dalam (inward looking) seringkali terbengkalai karena tuntutan publik seakan-akan jauh lebih mendesak. Melalui tulisan ini, akan dikaji bagaimana realitas bunuh diri polisi dalam keilmuan psikologi sosial dan kondisi internal Polri guna mendapatkan masukan terhadap pensikapan fenomena tersebut. []
