Pengabdian
Pengguna Narkoba Hanya 500 Meter Dari Lingkungan Kita
Perang terhadap peredaran gelap narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) adalah tugas kita semua. Prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 1,77 persen penduduk Indonesia, atau sebanyak 3,77 juta orang. Jika daratan Indonesia seluas 1.919.440 km², aritnya pengguna narkoba berada pada setiap 0,5 km² setiap wilayah Indonesia.
Ya, mereka hanya berada 500 meter dari lingkungan sekitar kita. Begitu dekatnya, mungkin sebagian dari mereka adalah tetangga kita. Bisa jadi, mereka adalah rekan kerja yang selama ini mengeluh sering tak punya uang. Atau, jangan-jangan mereka adalah teman dari anak kita. Bahkan mungkin, mereka justru saudara kita sendiri.
Begitu dekatnya, hingga kita sering luput memperhatikan cara aneh mereka menjalani hidup sehari-harinya. Atau justru, kita begitu paham dengan ciri-ciri mereka, namun entah kemana kita harus meminta bantuan aparat Kepolisian supaya dapat memisahkan mereka dari lingkungan kita.
Menyoal perang terhadap narkoba, kita mungkin akan teringat pada kisah di bulan Desember 1914, ketika kongres AS mengesahkan UU narkotika untuk pertama kalinya, yaitu Harrison Narcotics Tax Act. UU ini lahir karena dalam rentang 20-an tahun AS kerap mencatat keributan bahkan pembunuhan warga karena pelakunya menggunakan narkotika.
Setelah Harrison Narcotics Tax Act diterbitkan, penetrasi pasar para pengedar narkoba semakin menyempit. Tetapi, justru peredarannya berubah bentuk menjadi sangat berkategori pasar gelap. Dan, itu terus berlangsung hingga saat ini.
Potret perang melawan narkoba yang tak berkesudahan juga terjadi di Meksiko. Kita akan teringat cerita tentang San Fernando Masscare. Pembunuhan terhadap 193 migran oleh kelompok Los Zetas, yang terjadi pada 2011. Pembunuhan ini menjadi balas dendam para pengedar terhadap presiden Meksiko, Felipe Calderon, yang selama 5 tahun terakhir terus memburu para pengedar barang yang merusak bangsanya.
Sejak saat itu, perang melawan narkoba bukan hanya tugas pemerintah, melainkan warga turut aktif melaporkan siapa saja yang berada di lingkungan tempat tinggalnya, yang dicurigai sebagai pengguna bahkan pengedar narkoba.
Pengalaman di berbagai negara menunjukkan, prevalensi penyalahgunaan narkoba semakin rentan di tahun-tahun politik, dan ketika ekonomi tengah mengalami stagnasi. Pada kedua situasi itu, masyarakat cenderung mengalami tekanan psikis karena hasrat popularitas para politisi mencuat, sementara para pekerja dibebani target pekerjaan yang semakin berat. Sebagian masyarakat lainnya banyak yang kalut karena pemenuhan kebutuhan ekonomi tertekan dinamika stabilitas nasional.
Dalam situasi ini, para pengedar narkoba selalu mengintai masyarakat supaya bisa terjerumus menjadi pembeli setia. Para pengguna narkoba kerap menjual barang apa saja yang dimilikinya untuk membeli kembali narkoba, demi menghindari rasa sakit ketika sakau akibat efek obat itu sudah mulai reda. Jika barang sendiri sudah habis terjual, tiba gilirannya menjual barang milik orang tua, saudara, anak, bahkan kalau itu pun tak ada, barang siapa saja bisa diembat. Tak lain dan tak bukan hanya untuk mendapatkan uang, lalu membeli kembali narkoba.
Kita tentu tidak akan membiarkan bahaya narkoba di lingkungan sekitar kita. Jika kita mampu melaporkan para pengedar dan pengguna narkoba kepada Polri, kita telah menjadi penyelamat masa depan bangsa. []
